Minggu, Juli 21, 2013

Movie Review: Red Dawn (2012)

Pernahkah kamu membayangkan, misalnya jika musuh negara kita tiba-tiba saja datang dan mengambil alih sebagian wilayah negara ini? Kemudian, mereka dengan seenaknya berlaku layaknya seperti penguasa negeri ini, mengancam keamanan penduduk, dan membatasi segala aktivitas orang-orang yang tinggal di wilayah itu. Whooaa! I can imagine that! Itulah yang terjadi dalam film RED DAWN yang disutradarai oleh Dan Bradley.



Okay, mungkin tulisan ini bukan review secara utuh, aku cuma ingin sedikit mengomentari film yang penuh dengan bumbu nasionalisme atau cinta tanah air terhadap negara mereka.

Film Red Dawn dimulai dengan cuplikan beberapa berita (yang sebenarnya terjadi) yang memuat tentang kebangkitan kembali kekuatan sosialisme di Korea Utara, negara itu rupanya sangat mengancam keamanan Amerika Serikat sebagai negara adidaya. Seperti yang kita ketahui, katanya, Korut sangat mengancam stabilitas keamanan dunia dengan pembuatan senjata nuklirnya. Meskipun Korut sebenarnya telah berperang dengan Korsel, tapi dibalik kekuatan Korsel ada US yang selalu membantunya, sehingga secara otomatis Korut juga telah mengancam US.

Kemudian scene berlanjut pada sebuah pertandingan American Football, Matt Eckert, yang menjadi aktor utama dalam film ini adalah seorang remaja berusia 17 tahun-an, akibat ulahnya yang seenaknya akhirnya timnya, Wolverine, harus mengalami kekalahan. Matt saat itu ditonton pula oleh ayahnya yang seorang polisi dan kakaknya, Jed (dibintangi oleh Chris Hemsworth), yang merupakan perwira angkatan laut yang baru saja pulang dari tugasnya di Irak.

Keesokan harinya, di pagi hari, tiba-tiba saja dari langit turun pasukan tak dikenal. Semua jalan di kota (aduh lupa deh) sudah dipenuhi oleh pasukan dari Korea Utara. Warga yang memberontak ditangkap dan dipenjara seperti tahanan. Tentu saja, Jed sebagai anggota militer US langsung bertindak cepat agar ia dan adiknya selamat. Mereka melarikan diri ke hutan diikuti oleh beberapa remaja lainnya. Kelompok remaja itu akhirnya menemukan sebuah pondok dan untuk sementara tinggal di sana karena situasi semakin buruk. Namun, ternyata pasukan Korut mengetahui keberadaan para remaja itu. Kelompok itu bersembunyi di tengah hutan. Mereka membawa ayah Daryl dan juga sang polisi (ayah Jed dan Matt). Ayah Daryl yang merupakan walikota daerah itu menyuruh para remaja untuk kembali, agar mereka selamat. Sedangkan Ayah Jed dan Matt menyuruh mereka untuk tetap bertahan dan justru melakukan perlawanan terhadap pasukan Korut. Kapten Cho akhirnya menembak sang polisi.

Pemberontakan pun dimulai. Kelompok remaja yang dipimpin Jed beranggotakan Matt, Robert (Josh Hutcherson), Daryl (dibintangi oleh Conor Cruise, anaknya Tom Cruise), Toni, Julie, Dany, dan Greg memulai strategi mereka untuk melawan. Mereka berlatih menggunakan senjata dan bom, menyelinap, dan menyerang musuh. Hingga mereka bisa merealisasikan itu semua, dengan langsung menyerang tempat-tempat yang dipenuhi oleh tentara-tentara Korut. Mereka memberikan tanda 'Wolverine' di dinding-dinding jalanan setelah melakukan penyerangan. Mereka berusaha menyulut kemarahan warga yang lain agar ikut berjuang bersama mengusir tentara musuh dari tanah negeri mereka.

Ya, seperti itulah kira-kira jalan ceritanya. Kalau tertarik ingin menonton, silakan download sendiri aja ya di website penyedia film gratis, heheh.

Nah, apa yang mau dikomentarin nih? Sebenarnya, film ini bukan film yang bagus-bagus amat. Kalau aku pikir sih, justru film ini kaya sebuah sindiran terhadap pemerintah Amerika sendiri. Bukankah US lebih banyak melakukan invasi-invasi yang tiba-tiba dan juga dengan alasan yang kurang logis seperti misalnya invasi ke Irak dan Afghanistan dengan alasan memerangi terorisme setelah tragedi runtuhnya WTC. Padahal masih belum diketahui dengan jelas siapa dalang perbuatan keji itu. Namun, dengan alasan itu US menggembar-gemborkan War Against Terorism dan memulai invasinya ke Afghanistan dan Irak. Semua mata dunia tertuju kesana pada saat itu, mereka menghancurkan negara itu, menyiksa rakyat negeri itu dengan kejam, dan mengambil sumber daya alamnya. Masyarakat dunia sudah mengetahui dengan jelas sekarang, bahwa sebenarnya US hanya ingin menguasai kekayaan SDA disana. Film ini tentu saja berkebalikan dengan realita yang ada sebenarnya. Lagipula, film ini juga sangat mengusung ide nasionalisme yang dalam Islam tidak diperbolehkan. Lihat saja kutipan kata-kata yang diucapkan oleh Jed kemudian diulang oleh Matt setelah kakaknya itu mati. Berikut cuplikannya:
We're not doing too bad for a bunch of kids. We're gonna fight, and we're gonna keep fighting, because it's easier now. And we're used to it. The rest of you are going to have a tougher choice. Because we're not going to sell it to you. It's too ugly for that. But when you're fighting in your own backyard, when you're fighting for your family, it all hurts a little less, and makes a little more sense. Because for them, this is just a place. But for us, this is our home.
See that, huh?!
Yah begitulah, film box office Amerika kebanyakan memutarbalikan realita yang ada. Banyak sekali film-film yang mengusung tema-tema Hero untuk menyelamatkan dunia, tapi siapa sih yang merusak dunia ini dengan kapitalisme dan imperialisme modernnya?
You know the answer, right?!

Oh ya, tapi film ini juga mengingatkan kita tentang 'pemberontakan' yang terjadi di Suriah. Sekelompok anak muda yang jengah dengan kondisi Suriah yang dipimpin oleh diktator Bashar Assad, mencoret-coret dinding jalanan untuk mengobarkan revolusi. Namun bedanya dengan film ini, 'pemberontakan' ini justru terjadi di dalam negeri mereka sendiri untuk lepas dari tirani pemerintah mereka yang kejam. Sampai saat ini, perjuangan 'pemberontakan' tentara Mujahiddin belum berakhir. Tentara Mujahiddin yang beranggotakan seluruh kalangan dari orang tua (bahkan tua sekali) sampai anak muda (bahkan anak kecil) selalu memegang senjata, mereka menghancurkan tentara-tentara pemerintah dan membombardir markas militernya. Namun, bukan nasionalisme yang mereka perjuangkan. Diin Islam-lah yang mereka perjuangkan sampai mati, agar sistem kehidupan yang berasal dari Yang Maha Kuasa itu dapat segera tegak untuk melepaskan semua tirani yang ada di dunia ini.

Bisa kita lihat kan perbandingannya? Mana yang lebih mulia?
Of course, you still know the answer! :)

Minggu, Juli 14, 2013

Ironi Fanatisme Sepak Bola: Menukar Kehidupan Akhirat dengan Dunia Sesaat

Ehem...ehem...oke, malam ini pertandingan sepak bola antara Dream Team Indonesia vs Arsenal sedang berlangsung. Sambil nungguin gol masuk, sambil posting aja deh. Sebenernya, tulisan ini mungkin gak jauh beda sama postingan aku sebelumnya tentang fanatisme sepak bola. Mungkin sekedar pengantar, aku ceritain dulu deh gimana ceritanya dulu sampe aku suka sepak bola, atau Arsenal lebih tepatnya.

Well, ceritanya dulu kira-kira kelas 4 SD, aku udah mulai tertarik sama sepak bola. Ya, karena bapakku lumayan sering juga nonton Persib, jadi otomatis aku ikutan deh. Nah, pas mulai demam World Cup 2002, aku mulai kena virus sepak bola deh. Waktu itu aku masih kelas 6 SD dan lagi Ujian Akhir Sekolah, tetep aja aku tontonin pertandingannya, tapi Jerman only! (Gol for Arsenal menit 53, 0-2) Dari sanalah aku mulai menggandrungi sepak bola. Terus 2 tahun kemudian, virus itu tiba-tiba dateng lagi. Entah kenapa, tiba-tiba suatu malem, aku ingin banget nonton sepak bola. Kebetulan waktu itu, di TV7 pas malem minggu disiarkanlah Barclays Premiere League alias Liga Inggris. Kebetulan lagi, pertandingan yang disiarkan pada saat itu adalah Arsenal vs Millwall FC, Arsenal menang 4-1. Mulai dari sana, aku tambah suka sama sepak bola. Meskipun sebenarnya udah suka dan udah punya tim kesayangan dan pemain kesayangan yaitu AC Milan dan Kaka. Tapi ternyata, permainan Arsenal lebih cantik dan menarik untuk ditonton (apalagi rumput stadion di Inggris lebih hijau daripada di Itali, hehe). Wajar sih suka sama Arsenal waktu itu, secara, mereka emang lagi jadi the best team tahun 2003-04, apalagi rekor mereka sebagai The Invincible Team (49 match unbeaten atau tidak terkalahkan) belum selesai. Akhirnya aku jatuh cinta pada Arsenal dan juga Fabregas, haha. Begitulah ceritanya, sampai aku suka bahkan suka banget (waktu dulu) sama Arsenal.

Well, itu sekedar pengantar doang. Terus, gimana sekarang? Apa masih suka sama Arsenal? Umm, sebenarnya sih masih suka. Tapi gak se-fanatik dulu. Setelah Fabregas pergi ke Barcelona, entah kenapa dan syukurlah, rasa fanatik itu berkurang. Aku udah mulai jarang banget nonton Arsenal, bahkan kayanya emang gak niat (kecuali malem ini, karena mumpung Arsenal lagi tour ke Indonesia, hehe). Atau memang aku udah paham dengan berbagai kajian Islam yang aku ikuti, bahwa ikatan fanatisme hanyalah ikatan semu, tidak layak diperjuangkan di hadapan Allah!

So, apa yang mau dipersoalkan? Kebetulan, karena aku emang goonerette (julukan buat penggemar Arsenal versi cewek), aku punya banyak teman gooner dan goonerette di akun facebook. (Gol lagi nih buat Arsenal, 3-0). Ternyata emang mereka antusias sekali dengan kedatangan Arsenal ke Indonesia, dan aku lihat, mereka sampai bela-belain nginep di GBK di bulan puasa ini demi nonton Arsenal. Wajar? Wajar aja sih, tapi berlebihan juga ternyata (Wah, gol lagi nih sama Giroud, 4-0). Kenapa? Indonesia, negeri yang mayoritas Muslim dan sedang bulan Ramadhan, gimana ibadah wajib mereka?! Sementara, pas aku ikut acara Muktamar Khilafah di GBK aja, mau sholat dan ke wc aja susahnya mintaaa ampun, karena peserta yang bejibun. Aku yakin penonton Indonesia buat pertandingan ini dan sejenisnya lebih dari capaian peserta MK.

Bahkan, ada status teman fb yang berkata kurang lebih seperti ini 'Tarawehnya libur dulu aja ya, kan sunah | Kalo nonton Arsenal mah wajib buat gooner'. Belum lagi, kadang ditambah dengan sikap nasionalisme yang berlebihan ketika menonton timnas kesayangan. Dan juga, ada aktivitas ikhtilat (campur baur antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahramnya) disana. Astaghfirullahaldziim! Itulah orang-orang yang menukar kehidupan akhiratnya demi kehidupan dunia yang sesaat, sungguh sangat merugi!

Aku harus banyak beristighfar nih. Mungkin saja aku juga termasuk orang-orang seperti itu, astaghfirullahaldziim....! Menyukai sesuatu memang diperbolehkan, asalkan ia tidak bertentangan dengan syara' dan tidak melebihi cintanya pada Allah swt. Menonton pertandingan sepak bola memang mubah hukumnya, asalkan ia tidak melalaikan ibadah yang menjadi prioritasnya kepada Allah swt. Inilah fakta dan realita yang terjadi di tengah-tengah umat Muslim sekarang ini, sungguh menyedihkan! Kebanyakan umat Muslim belum paham dengan Islam itu sendiri. Yah, begitulah...

Oke, mungkin cukup sekian postingan malam ini, karena pertandingan sudah berakhir dan tentunya tulisan ini harus menjadi sebuah refleksi bagi aku sendiri yang senantiasa harus mengevaluasi diri bagaimana menjadi seorang Muslim yang taat dan tidak mengabaikan hukum syara'.

Hey, by the way, the match is now finished with 0-7, you know who the winner is! Well done, lads!




Rabu, Juli 03, 2013

Hypocrite!

There is a question in my mind, why do almost people have two faces?! It's not real two faces I mean. Yea, according to this post title, hypocrite! But I don't mean it is in the true meaning.

Sometime we find that ourselves may like something but probably we also hate something. Life nowadays has been more difficult to be distinguished, who is actually the good one and the bad one? but we should look it deeper, what is about heart? Heart never lies, although face can show the opposite. I don't understand why. Why it is so hard to explain? When they tell us, they keep telling us that they hate something or someone. But in fact, why they still show their kindness to someone they hate, or actually maybe they never hate it, they only want to make justification for us. So who become the victim? I don't know!
And it is also applied to those who believe that they have faith to Islam, but they won't obey to Allah's rules. They only take some parts of the rules and ignore the others. How can?!

Err, maybe we should make a self-correction, are we also including into that person? we never know, only Him knows. Naudzubillah~

Being Natural, Being Romantic

Hwaaah, rasanya udah lama banget gak bikin tulisan di blog, gak juga kali ya, hehe...

Well, sore ini ternyata langit mendung dan akhirnya turun hujan. Hujan itu indah, hujan itu romantis. Gimana gak romantis coba? Kalau kita lihat pepohonan semuanya jadi terlihat segar dan hijau, dedaunan merunduk malu karena kebasahan, genangan air berusaha menangkap peri-peri kecil yang turun dari langit, dan mereka berlompatan riang gembira menyambut hujan, apalagi kalau hujan di pegunungan dan tertutupi oleh kabut tipis, owww! that's so.... Eits tunggu dulu!
Romantis yang aku maksud adalah romantis versi kakek William Wordsworth. Mungkin bagi yang tahu, Wordsworth hidup sekitar abad ke-18 dan 19 dimana era ketika ia hidup dinamakan zaman Romantis (ciyeee :p) dan dia menjadi salah satu pelopor era Romantis bersama rekannya Samuel Taylor Coleridge, setelah membuat kumpulan puisi Lyrical Ballads yang dipublikasikan pada tahun 1798.
Terus, romantis menurut versi mereka gimana sih?
Romantisisme adalah aliran yang lebih mengutamakan perasaan emosional, kemurnian, keoriginalitasan, natural, dan apa adanya. Romantisisme terwujud dalam karya sastra, seni, dan puisi. Wordsworth yang tinggal di pedesaan lebih banyak membuat puisi yang berkaitan dengan alam atau perasaannya tentang nature. Inilah yang disebut dengan Romantis.
Dibawah ini adalah satu puisi Wordsworth yang aku suka, I wandered lonely as a cloud
I wandered lonely as a cloud
That floats on high o'er vales and hills,
When all at once I saw a crowd,
A host, of golden daffodils;
Beside the lake, beneath the trees,
Fluttering and dancing in the breeze.

Continuous as the stars that shine
And twinkle on the milky way,
They stretched in never-ending line
Along the margin of a bay:
Ten thousand saw I at a glance,
Tossing their heads in sprightly dance.

The waves beside them danced; but they
Out-did the sparkling waves in glee:
A poet could not but be gay,
In such a jocund company:
I gazed—and gazed—but little thought
What wealth the show to me had brought:

For oft, when on my couch I lie
In vacant or in pensive mood,
They flash upon that inward eye
Which is the bliss of solitude;
And then my heart with pleasure fills,
And dances with the daffodils.
That's so romantic, right?! Bisa kelihatan kan sisi romantisnya Wordsworth? Dia menggunakan banyak hal yang berkaitan dengan alam atau nature, so natural and back to nature. Mungkin, aku yang seorang penulis puisi juga, gaya berpuisiku sedikit terpengaruh oleh aliran ini. Aku sering sekali menggunakan nature sebagai objek puisi untuk mewakili perasaanku. Alam selalu mewakili setiap perasaan manusia atau sebaliknya, sehingga kita bisa membuat analogi satu sama lain.  Ya, being natural, being so romantic.

Alam memang begitu indah, dan tentunya Pencipta dibalik itu semua lebih indah dibandingkan yang lain. Bagiku dengan mentadaburi alam, semakin besar cinta dan rasa syukurku pada-Nya. Apalagi jika alam ini lengkap dengan aturan-Nya, sudah pasti kehidupan ini akan sempurna karena bernaung dalam ridho-Nya.


raining is always beautiful to me
dan paling enak lagi sambil dengerin instrumental music box kayak ini nih, enjoy your time ^_^