Tampilkan postingan dengan label reportase. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label reportase. Tampilkan semua postingan

Minggu, Mei 25, 2014

Wahai Indonesia, Bangkitlah dengan Islam


kulihat ibu pertiwi
sedang bersusah hati
air matamu berlinang
mas intanmu terkenang

hutan gunung sawah lautan
simpanan kekayaan
kini ibu sedang susah
merintih dan berdoa



            Senandung bait pertama lagu Ibu Pertiwi yang diperkirakan ditulis pada tahun 1950-an ini terus mengalun hingga kini. Bagaimana tidak, sang Ibu masih terus menangis dan merintih di tengah kekayaannya yang melimpah. Padahal katanya, sang Ibu telah merdeka hampir 69 tahun. Lalu mengapa sang Ibu masih terus menangis?

Indonesia Bangkit, Perlukah Nasionalisme?

            Bulan ini, masyarakat Indonesia akan merayakan Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Dalam sejarahnya, gerakan Boedi Oetomo dianggap sebagai gerakan pertama yang menjadi cikal bakal gerakan lainnya yang memunculkan kesadaran rakyat Indonesia atas penjajahan asing. Sehingga, lahirnya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei ini pun dijadikan sebagai hari untuk memperingati Kebangkitan Nasional.

            Sebagian orang menganggap bahwa lahirnya kebangkitan nasional haruslah diawali dengan sikap nasionalisme tinggi terhadap bangsa. Mereka menganggap bahwa kita adalah bangsa yang satu, yang tinggal di wilayah yang sama, diatur oleh undang-undang yang sama, memiliki sejarah dan cita-cita yang sama serta memiliki tugas yang sama yaitu mempertahankan kemerdakaan bangsa ini. Oleh karena itu kita perlu bersatu untuk bangkit dari keadaan yang terpuruk ini.

            Indonesia adalah Negara yang memiliki heterogenitas tinggi. Masyarakat dari berbagai suku bangsa, adat-istiadat, warna kulit, dan bahasa bercampur di dalam Negara ini. Maka dari itu, Indonesia memiliki semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang artinya meski berbeda-beda tetapi tetap satu. Dengan nasionalisme atau satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara, maka Negara ini akan bisa bangkit. Itulah yang sering dikatakan para politisi atau orang-orang yang mengklaim memiliki rasa cinta terhadap tanah air. Sikap nasionalisme selalu dinilai paling relevan dan efektif untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa. Banyak pula yang menganggap, bahwa dengan nasionalisme pada tahun 1945 Indonesia berhasil memplokamasikan diri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Sehingga tak sedikit yang menilai bahwa dengan nasionalisme, Negara ini akan bangkit seperti era kemerdekaan dulu. Namun benarkah hal itu?

            Sebuah kebangkitan sejati sebenarnya bisa diperoleh ketika taraf berpikir suatu masyarakat itu meningkat, yaitu dengan diembannya sebuah ideologi yang menjadi arah pandang sekaligus cara berpikir suatu bangsa tersebut. Dari pemikiran sebuah ideologi inilah yang akan mengantarkan masyarakat untuk bangkit karena didasari atas kesadaran berpikirnya.  Nasionalisme sendiri bukanlah termasuk ke dalam ideologi. Nasionalisme menurut situs Wikipedia adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu: 1) Hasrat untuk mencapai kesatuan; 2) Hasrat untuk mencapai kemerdekaan; 3) Hasrat untuk mencapai keaslian ; 4) Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), nasionalisme memiliki pengertian:  (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Dapat kita simpulkan bahwa nasionalisme bukanlah sebuah ideologi yang memiliki ide dasar dan darinya lahirlah peraturan-peraturan. Nasionalisme hanyalah sebuah paham atau ikatan atau sikap untuk meninggikan bangsanya atau sering disebut juga dengan cinta terhadap tanah air.

            Ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang bersifat temporal. Maksudnya adalah bahwa ikatan ini hanya muncul ketika ada sebuah ancaman. Jadi ikatan ini tidak akan membawa pada kebangkitan yang sejati, karena ikatan ini muncul sementara saja ketika Negara ini mendapat ancaman nyata saja. Sejatinya, kita lihat hari ini bahwa nasionalisme justru memecah belah kesatuan umat Muslim di dunia hanya karena sekat-sekat batas teritori Negara saja. Padahal ikatan yang sejati pada umat Muslim adalah ikatan aqidah. Jadi jelas, ikatan nasionalisme tidak akan membawa pada kebangkitan yang sebenarnya, yang ada justru sikap saling menyikut antar bangsa meski memiliki aqidah yang sama yaitu Islam.

Demokrasi pun Tak Akan Berikan Kebangkitan

            Tahun 2014 ini adalah tahun Pemilu bagi bangsa Indonesia. Masyarakat berharap penuh akan perubahan untuk negeri yang mereka tinggali ini. Pemilu legislatif telah berlangsung bulan lalu, hasilnya pun sudah bisa kita saksikan. Angka golput menjadi pemenang dalam pemilu dengan hasil raihan sebesar 24,89 persen, jauh mengalahkan raihan suara partai politik yang mendapatkan suara tertinggi. Meski secara keseluruhan raihan suara golput ini menurun dibandingkan pemilu tahun 2009 lalu, hal ini masih menunjukkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol-parpol yang akan mengisi istana parlemen nantinya.

            Masyarakat sadar betul bahwa selama ini Indonesia telah mengalami pemilu dan pergantian kepemimpinan berkali-kali, tetapi sampai detik ini tidak ada perubahan nyata yang dapat dirasakan. Kemiskinan masih menjadi pemandangan umum, kriminalitas semakin meluas, tindak pidana korupsi semakin naik ke permukaan, UU semakin pro-asing, dan generasi muda semakin terancam akibat liberalisme. Pergantian orang-orang dalam parlemen tidak menghasilkan perbaikan yang nyata, justru keadaan yang semakin bobrok terus menggerus baik pada individu, masyarakat, maupun pemerintahnya sendiri.

            Sistem demokrasi yang merupakan induk dari kapitalisme selamanya tidak akan membuahkan perubahan dan kebangkitan yang sejati bagi bangsa ini. Yang ada hanyalah keterpurukan yang terus menjerat bangsa ini sedikit demi sedikit. Lihat saja, utang luar negeri Indonesia per Januari 2014 ini telah mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun jika mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD (okezone.com, 19/03/14). Hal ini tentunya semakin mengokohkan cengkraman asing di Indonesia. Seluruh SDA di Indonesia telah beralih pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan asing. Asing semakin untung, sebaliknya bangsa ini menjadi buntung. Siapa lagi kalau bukan masyarakat yang paling merasakan dampak adanya kebijakan yang semakin liberal ini.

            Demokrasi tidak akan pernah memberikan kebangkitan pada bangsa ini. Sudah seharusnya bangsa ini mengganti sistemnya dengan sistem yang lebih solid dan terbukti bisa membawa perubahan besar dan nyata untuk dunia.

Bangkitlah dengan Islam

            Sudah dikatakan bahwa bangsa yang bangkit adalah bangsa yang tingkat berpikirnya tajam dan kesadarannya tinggi. Bangsa itu haruslah mengemban sebuah ideologi murni tanpa mencampuradukannya dengan yang lain. Islam adalah sebuah ideologi yang datang dari Sang Pencipta alam semesta ini. Islam adalah sebuah sistem alternatif untuk membawa bangsa ini pada kebangkitan yang sejati.

            Mengapa Islam? Rasulullah saw. sebagai satu-satunya suri tauladan bagi umat Islam telah membuktikannya. Sejarah telah mencatat bahwa Islam sebagai ideologi pernah diemban dalam sebuah institusi besar selama kepemimpinan Rasulullah saw. di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah sesudahnya hingga meluas hampir ke dua pertiga dunia. Islam telah menjadi tonggak peradaban paling besar dan unggul selama 13 abad dengan kebaikan-kebaikan semua aspek yang tersebar di atas wilayahnya. Dunia menyaksikan kejayaan Khilafah dengan penerapan aturan Islam secara sempurna. Dahulu jazirah Arab hanyalah wilayah kecil yang dipenuhi oleh masyarakat bodoh (jahiliyyah) sebelum Islam datang. Namun ketika Rasul menyebarkan risalah ini dan kemudian menerapkannya dalam sebuah Negara, jazirah Arab bisa menandingi dua imperium besar yang berkuasa saat itu yaitu Romawi dan Persia, bahkan mengunggulinya. Inilah kebangkitan dan perubahan yang sesungguhnya.

            Sejatinya, Indonesia pun akan bisa bangkit ketika menjadikan Islam sebagai sebuah ideologi dan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan tanpa harus memilah-milah. Karena hanya dengan Islam saja, bangsa ini akan bangkit dari keterpurukannya. Hanya dengan Khilafah saja, umat Muslim akan bangkit dari ketertindasannya. Ingatlah bahwa bumi ini milik Allah swt. Sudah seharusnya kita kembalikan dunia ini dengan penerapan aturan yang lahir dari Penciptanya saja. Oleh karena itu, saatnya bagi kita untuk memperjuangkan Islam sebagai aturan satu-satunya untuk menjadikan bangsa ini dan umat Muslim seluruhnya bangkit sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.


Wahai ibu pertiwi, janganlah menangis
Mari ibu, bangkitlah dengan Islam
Karena hanya dengan cahaya Islam saja
Air matamu akan berhenti mengalir
Kesusahanmu akan sirna
Dan doamu segera terwujud
Mari melangkah wahai ibu,
Karena kembalinya Islam adalah janji-Nya

Wallahu’alam bisshawab


*tulisan ini dimuat di situs http://sosialnews.com/opini/wahai-indonesia-bangkitlah-dengan-islam.html 


Kamis, Mei 08, 2014

Watch Out! Darurat Kejahatan Seksual terhadap Anak!



Komisi Perlindungan Anak menetapkan tahun 2013 sebagai tahun darurat kekerasan seksual terhadap anak.  Pada 2012—2013 Komnas PA mencatat ada 3.023 kasus pelanggaran hak anak di Indonesia dan 58% atau 1.620 anak menjadi korban kejahatan seksual. Beberapa pihak bahkan memprediksi bahwa kejahatan seksual pada anak tahun 2014 ini meningkat. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait memprediksi, pada tahun 2014, kasus kekerasan terhadap anak akan meningkat. Bahkan jumlah kasus diperkirakan bisa melonjak hingga 100 persen. Sekretaris Jenderal Komnas Anak Samsul Ridwan mengatakan, pihaknya mencatat tahun ini jumlah pengaduan kekerasan anak sebanyak 3.023 kasus. Angka ini meningkat 60 persen dibandingkan tahun lalu, yang hanya 1.383 kasus.  Dari jumlah tersebut, ia melanjutkan, 58 persennya atau 1.620 merupakan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Jadi, jika dikalkulasi, setiap hari Komnas menerima pengaduan sekitar 275 kasus (tempo.co).
Data menunjukkan bahwa memang kasus ini akan semakin meningkat dan harus diwaspadai oleh setiap orang tua agar mengawasi setiap buah hatinya. Karena justru pelaku kriminal ini kebanyakan memiliki relasi dekat dengan korban.

Kasus yang menimpa beberapa anak di JIS mungkin hanya fenomena iceberg saja. Kasus yang sama yang tidak ter-blow up oleh media diperkirakan jumlahnya sangat besar. Kejahatan seksual pada anak sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Bahkan angka kejahatan ini diperkirakan akan semakin meningkat tiap tahunnya di tengah arus budaya yang serba bebas ini. Mungkinkah kasus kejahatan terhadap anak ini bisa dibendung?

Budaya Permisif, Liberalisme, dan Kapitalisme

Kasus kejahatan seksual terhadap anak terus meningkat. Tingkat persebaran kasus kejahatan ini hampir merata di setiap Negara. Hal ini karena liberalisme merebak dan menjangkiti setiap lapisan masyarakat. 'Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum (Coady, 1995). Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Liberalisme sekarang ini telah banyak dianut oleh setiap bangsa sebagai cita-cita tertinggi.

Sebenarnya liberalisme sendiri lahir dari nilai-nilai demokrasi Barat yang menghendaki kebebasan. Dalam salah satu pilar demokrasi, kebebasan berperilaku menjadi standar gaya hidup bagi penganut demokrasi, disadari atau tidak. Kebebasan inilah yang menjadi paradigma berpikir kebanyakan manusia yang tidak lagi menggenggam prinsip agama dalam kehidupannya. Indonesia, sebagai salah satu Negara dengan tingkat heterogenitas suku bangsa yang tinggi, pun menganut nilai kebebasan ini. Jadi, wajar jika banyak dari masyarakatnya memiliki kepribadian dan kelakuan yang bebas sesuai dengan prinsip liberalisme ala Barat.

Begitu pula dengan paradigma naluri seksualnya. Dalam konsep Barat, naluri seksual adalah kebutuhan jasmani yang harus segera dipenuhi. Hal ini tercermin dari hasil seni dan budaya yang mereka hasilkan. Lihat saja, hasil-hasil seni yang lebih banyak merangsang hawa nafsu seperti dengan menunjukkan keindahan tubuh, cerita-cerita dan lagu-lagu yang berbau romantisme, dan juga film-film yang mengundang hasrat seksual, yang dengan itu bisa mencapai kepuasan naluri seksual mereka. Dengan berbagai macam cara, mereka berusaha untuk memenuhi hasrat seksual mereka bahkan dengan melakukan penyimpangan seksual sekalipun, seperti homoseksual, incest, pedofilia, nekrofilia, zoofilia, atau semacamnya yang semakin menjauhkannya dari fitrah sebagai seorang manusia normal. Namun tidak pernah ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap para pelaku penyimpangan seksual ini.

Budaya dunia yang semakin permisif menjadikan manusia hidup sebebas-bebasnya sesuai apa yang dianutnya. Bahkan sistem kapitalisme menjadi pendukung utama agar Negara menjamin setiap kebebasan individu warga negaranya. Artinya, Negara tidak berhak mengganggu kebebasan tiap-tiap orang. Inilah yang akhirnya menjadikan hukum-hukum itu kebal di hadapan para pelaku kejahatan. Dengan uang, kebebasan dapat diraih. Undang-undang dan hukum pun takluk. Inilah kehidupan dalam sistem kapitalisme, karena kebebasan mendapat jaminan penuh dari si pembuat hukum.

Bagaimana Solusinya?

Harus kita apresiasi tinggi, bahwa Komnas Perlindungan Anak Indonesia cukup cepat tanggap untuk bisa menyelesaikan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang terus meningkat. Namun tak cukup dengan itu, karena seharusnya Negara itulah yang memiliki wewenang tertinggi untuk bisa mengatasi setiap permasalahan yang terjadi pada masyarakatnya. Jika kita lihat, Indonesia sebenarnya memiliki undang-undang yang mengatur tentang kejahatan seksual atau pun tentang anak-anak. Akan tetapi, tampaknya undang-undang ini tidak memiliki ketegasan yang nyata.

Justru kasus yang sama berulang kembali seperti tak ada jejak hukuman bagi para pelaku. UU dan sanksi yang berlaku sama sekali tak memberikan efek jera.  Apa yang salah? Undang-undang memang ada, tapi lihatlah kapitalisme menjamin setiap kebebasan individu. Kontradiktif bukan? Artinya sekeras apapun undang-undang yang mengatur, ia akan takluk di bawah sistem yang menaunginya.

Islam Punya Solusi

Islam adalah sebuah aturan kehidupan yang komprehensif dan menyeluruh. Islam memiliki solusi atas setiap permasalahan yang terjadi di dunia ini, termasuk pun atas masalah kejahatan seksual terhadap anak. Dalam Islam, naluri adalah salah satu potensi yang diberikan Allah swt. kepada setiap manusia, salah satunya adalah naluri seksual atau naluri melestarikan jenis. Artinya, ia menjadi fitrah bagi manusia. Namun, sebagai makhluk Allah, manusia wajib tunduk terhadap aturan yang telah diturunkan-Nya. Manusia tidak boleh menuruti nalurinya sesuai kehendaknya sendiri. Naluri seksual hanya boleh muncul dalam kehidupan suami-istri dan terlarang dilakukan bagi selain pasangan yang telah halal baginya. Sebab, Islam menetapkan bahwa hakikat pemenuhan naluri ini adalah untuk melestarikan keturunan umat manusia, bukan kepuasan semata. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap Muslim. Oleh karena itu, untuk menjaga naluri ini Islam sangat mengaturnya. Islam mengaturnya secara khusus dalam sistem pergaulan, bagaimana interaksi antar perempuan dan laki-laki, hubungan dalam keluarga, etika interaksi dalam masyarakat, batasan-batasan aurat, dan lainnya.

Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini tidak bisa dilakukan secara parsial, karena memang membutuhkan solusi sistemik. Negara dengan aparatur dan UU yang abai, sampai kapan pun kasus yang sama akan terus berulang. Akan tetapi, ketika aparatur dan sistemnya diubah, otomatis penyelesaian masalah pun akan ditindak secara berbeda. Secara mendasar, syariah Islam mengharuskan negara untuk senantiasa menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan pada diri rakyat.  Negara pun juga berkewajiban menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam kepada rakyat.  Hal itu ditempuh melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana.  Dengan begitu, maka rakyat akan memiliki kendali internal yang menghalanginya dari tindakan kriminal termasuk kekerasan seksual dan pedofilia.  Dengan itu pula, rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran dan budaya yang merusak.  Penanaman keimanan dan ketakwaan juga membuat masyarakat tidak didominasi oleh sikap hedonis, mengutamakan kepuasan materi dan jasmani.  Begitupun dengan semua itu rakyat banyak juga bisa terhindar dari pola hidup yang mengejar-ngejar dunia dan materi yang seringkali membuat orang lupa daratan, stres dan depresi yang membuatnya bersikap kalap. Selain itu, Negara tidak akan membiarkan pornografi dan pornoaksi tersebar di tengah-tengah masyarakat. Begitu pula dengan sanksi yang akan di dapat oleh pelaku kejahatan ini akan memberikan efek yang jera. Bagi para pelaku penyimpangan seksual seperti homoseksual, dalam sistem sanksi Islam, hukuman bagi para pelakunya adalah hukuman mati. Begitu pula dengan para pelaku pedofilia dalam bentuk sodomi akan dijatuhi hukuman mati. Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Ijmak sahabat juga menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, meski diantara para sahabat berbeda pendapat tentang cara hukuman mati itu. Hal itu tanpa dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau belum pernah menikah (ghayr muhshan). Jika kekerasan seksual itu bukan dalam bentuk sodomi (homoseksual) tetapi dalam bentuk perkosaan, maka pelakunya jika jika muhshan akan dirajam hingga mati, sedangkan jika ghayr muhshan akan dijilid seratus kali.  Jika pelecehan seksual tidak sampai tingkat itu, maka pelakunya akan dijatuhi sanksi ta’zir.  Bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad khalifah dan qadhi.

Begitulah Islam akan menjadi pencegah serta penyelesaian setiap masalah. Namun, itu semua tidak akan dapat terealisasikan ketika Islam belum diterapkan dalam sebuah institusi Khilafah Islamiyah. Karena sejatinya, dengan Khilafah saja syariat Islam akan tegak dan semua permasalahan akan dapat diatasi. Islam datang dari Allah swt. Tuhan yang menciptakan manusia dan alam semesta. Allah swt. pula yang telah menurunkan Al-Quran, dan menjadikan Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya dan juga suri tauladan untuk diikuti oleh umatnya. Sudah saatnya bagi kita untuk mencampakkan sistem kapitalisme buatan manusia yang bobrok ini. Sebaliknya, justru ini adalah saatnya untuk menerapkan syariat Islam secara total dan menyeluruh dalam Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu’alam bisshawab

dimuat di situs http://www.suara-islam.com/read/index/10789/Watch-Out--Darurat-Kejahatan-Seksual-terhadap-Anak-

Rabu, September 04, 2013

Miss World: Kedok Eksploitasi Perempuan ala Kapitalisme

Lak-tolak-tolak tolak Miss World sekarang juga| Pus-hapus-hapus ekploitasi perempuan!
(yel-yel tolak Miss World Rabu, 4 September 2013, aksi dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Jawa Barat)
Aksi tolak Miss World di depan Gedung Sate
Suara penolakan kontes kecantikan sedunia alias Miss World bergema di seantero jagad Indonesia ini. Hampir kebanyakan ormas-ormas Islam menolak Miss World dilaksanakan di Indonesia, karena kontes ini hanyalah kedok para pebisnis untuk mengeksploitasi perempuan. Kontes semacam ini juga dapat merusak moral dan akhlak penduduk Indonesia, yang mayoritas Muslim. Kenapa, yuk disimak tulisan opini yang telah saya buat, check this out!



Tahun 2013, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah ajang kompetisi perempuan sedunia atau biasa disebut dengan Miss World. Rencananya, kontes kecantikan yang akan digelar pada 23 September 2013 mendatang ini akan diadakan di dua kota besar, yaitu Bali dan dan Jakarta, sebagai tuan rumah bersama. Namun perhelatan dunia yang diadakan setahun sekali ini nampaknya menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Fakta Miss World
          Jika dilihat sejarah Miss World sendiri, kompetisi ini dimulai pada tahun 1951 oleh pasangan suami istri, Eric dan Julia Morley di Inggris. Pada mulanya, Miss World merupakan ajang kontes pertunjukan busana bikini yang sedang menjadi mode fashion teranyar pada masa itu, namun kemudian media menyebutnya dengan Miss World.  Pada tahun 1980, kontes ini mereposisi dirinya dengan slogan Beauty with a Purpose (Kecantikan dengan Tujuan), sehingga para panitia menambah tes kompetisi ini sehingga sesuai dengan slogan, yaitu tidak hanya memfokuskan pada kecantikan tetapi juga kecerdasan dan kepribadian para peserta.  Kontes Miss World adalah salah satu ajang kompetisi terbesar yang ada di dunia dan banyak menarik perhatian masyarakat dunia. Organisasi Miss World sendiri banyak meraup keuntungan yang besar tiap tahunnya.
          Demi mendapat perhatian masyarakat nasional dan dunia, para perempuan yang menjadi peserta ajang kompetisi ini rela ‘menjual’ kecantikan dan kemolekan tubuhnya di depan masyarakat dan media umum. Tak tanggung-tanggung busana yang dipakai dalam kompetisi ini adalah busana yang menunjukkan sebagian besar tubuh perempuan yang seharusnya ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan secara umum. Meskipun ada isu mengatakan bahwa kompetisi yang akan dilaksanakan tahun ini tidak akan ada pertunjukkan bikini , tetapi tetap saja kompetisi ini adalah bentuk eksploitasi terhadap perempuan secara keseluruhannya.

Bentuk Eksploitasi terhadap Perempuan
          Kontes kecantikan memang tak hanya Miss World, banyak pergelaran serupa yang diadakan baik tingkat dunia seperti Miss Universe, maupun tingkat nasional seperti Puteri Indonesia dan Miss Indonesia.  Kontes semacam ini menjadikan perempuan sebagai pusat perhatian karena perempuan-lah pesertanya. Kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan dinilai dan justru menjadi fokus perhatian dalam kompetisi, meskipun kecerdasan dan kepribadian mereka pun tetap menjadi aspek tambahan untuk menjuarai kontes ini. Akan tetapi, masyarakat dunia sekarang seolah tersihir oleh ajang yang justru sebenarnya dapat merusak akidah dan moral bangsa, terutama bagi negeri ini yang ditinggali oleh mayoritas kaum Muslim.
          Kontes Miss World dan semacamnya merupakan salah satu simbol ekploitasi terhadap perempuan dengan dalih pemberdayaan dan penggalian potensi diri.  Miss World adalah ikon pornografi dan eksploitasi perempuan. Meskipun tidak ada bikini, secara keseluruhan ajang ini adalah ajang pamer aurat. Mereka berjalan berlenggak-lenggok di depan khalayak umum yang notabene bukan mahramnya dengan mengenakan pakaian atau gaun yang memamerkan aurat. Mereka juga pada akhirnya akan menjadi model-model yang menjual produk pornografi di media yang akan dikonsumsi secara gratis oleh masyarakat. Jelas Miss World dan kontes semacamnya merusak akidah dan moral bagi bangsa ini.
          Selain itu, melalui ‘penjualan’ kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan, kontes ini akan menghasilkan banyak keuntungan bagi para pemilik modal yang menjadi sponsor dalam perhelatan ini. Kompetisi yang diadakan setiap satu tahun sekali dan ditonton oleh berjuta-juta masyarakat dunia, jelas akan memberikan keuntungan besar bagi pemilik acara. Perempuan, lagi-lagi menjadi korban kapitalisme melalui kontes yang dikemas secara menarik dan menipu. Tentu saja, seharusnya hal ini merugikan pihak peserta sebagai perempuan. Tubuh berharga milik mereka pada akhirnya dijual murah kepada para pemilik modal yang justru mendapat keuntungan lebih banyak. Inilah kedok kapitalisme yang dibalut sedemikian rupa agar masyarakat terhipnosis oleh ajang kecantikan semacam ini, sehingga mereka tak sadar bahwa mereka sedang dieksploitasi. Sistem Kapitalisme telah menjadikan masyarakat buta dan rusak. Keuntungan dan materi selalu menjadi patokan dalam hidup, sehingga para penganut sistem ini meyakini bahwa segala kenikmatan duniawi harus diraih, kekayaan harus dimiliki, popularitas harus dicari, tanpa memperhatikan bahwa ada Zat yang Mahatinggi yang seharusnya dijadikan poros hidup. Itulah sistem Kapitalisme yang merusak manusia dimana sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan dijadikan sebagai landasan hidup.

Islam Menjamin Harga Diri Perempuan
          Tak ada yang dapat menjamin perlindungan kepada perempuan kecuali Islam.  Islam menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Islam menyuruh kepada setiap Muslimah untuk menutup auratnya secara sempurna dengan kerudung (An-Nur: 31) dan jilbab (Al-Ahzab: 59). Perempuan diposisikan sebagai makhluk mulia di mata keluarga, masyarakat, dan negara. Negara wajib menjamin kesejahteraan dan melindungi perempuan di mana pun berada. Perempuan mendapat jaminan untuk dilindungi dan bukan dieksplotasi apalagi melalui aurat tubuhnya. Islam juga melindungi perempuan dengan menyuruh kepada laki-laki yang bukan mahramnya untuk menundukkan pandangan kepada mereka. Dengan itulah, perempuan akan merasakan keamanan yang nyata karena Islam telah menjamin seluruhnya. Berbeda dengan kondisi sekarang, yang justru perempuan dieksploitasi kecantikan tubuhnya. Perempuan dijadikan produk untuk mendapatkan keuntungan bagi para pemilik modal yang rakus akan kekuasaan, serta perempuan juga dijadikan sebagai objek pemuasan hawa nafsu laki-laki yang melihat kemolekan tubuhnya melalui ajang-ajang kecantikan semacam Miss World.

          Islam menilai perempuan  bukan dari ukuran tubuh atau kecantikan fisiknya semata, akan tetapi keimanan dan ketakwaan itulah yang akan menempatkan perempuan kepada derajat yang tinggi di mata Allah swt.  Namun kesempurnaan Islam hanya akan dapat dirasakan ketika Islam dan seluruh aturannya diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Disanalah keamanan dan kehormatan perempuan akan terwujud, bukan dalam sistem Kapitalisme yang sekarang masih diterapkan di negeri ini. 

Wallahualam bisshawab