Jumat, April 27, 2012

The Tree or The Hole?



       Aku berjalan menyusuri padang rumput yang luas. Entah dimana aku berada, aku tak peduli, yang kupikirkan saat ini adalah pasti ada sesuatu yang menempatkan diriku terjebak di tempat ini. Aku memandang seluas yang aku dapat. Aku tak sendiri, aku bersama dengan manusia yang lainnya, jumlah kami begitu banyak. Tetapi,  ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya di dalam hati. Di tempat ini, ada banyak pohon yang mungkin, aku pikir, mereka akan menyentuh langit. Tetapi di sisi lain, ada begitu banyak lubang, jumlahnya lebih banyak daripada pohon yang tumbuh itu. Aku tak berani melihat lubang-lubang itu, karena ada begitu banyak lubang yang gelap dan dalam.


       Aku terus berjalan memperhatikan dua hal tersebut. Aku pun tak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah aku akan lebih memilih menumbuhkan pohon, atau aku akan menggali lubang, yang aku pun tidak tahu ada apa di dalamnya. Namun, ada seseorang yang menawarkan benih pohon untukku. Aku tidak mengenal orang itu, tapi aku lebih tertarik untuk menanam pohon daripada untuk menggali lubang. Kemudian ia memberikannya padaku dan membawaku pada sebuah lahan luas, dimana disana telah banyak pohon tumbuh dengan indahnya. Ada yang sudah tinggi, ada pula yang masih berbentuk tunas.  Aku pun mulai menanam benih itu, tanpa mengharapkan hasil yang akan terjadi. Tetapi aku senantiasa merawatnya dan menyiraminya, meskipun kadang aku lupa dan aku lelah menunggu pohon itu tumbuh. Tapi aku mulai menaruh harapan, bahwa pohon itu suatu hari akan tumbuh besar, tinggi, dan kuat. Hingga munculah tunas, aku begitu bahagia. Sehingga aku mulai merasa nyaman tinggal bersama orang-orang yang sama-sama sedang menumbuhkan pohon ini. Mereka memberiku banyak masukan agar aku tetap bisa menjaga pohon ini untuk tetap tumbuh kuat. Namun ada satu pertanyaan kembali merasuki jiwa ini. Dimanakah orang yang telah menawarkanku benih pohon ini?

        Dahulu, ketika aku berusaha untuk menumbuhkan benih pohon milikku, pohon miliknya berada disamping milikku. Pohon miliknya memang belum seberapa tinggi, tetapi ia telah memiliki daun-daun yang hijau dan segar. Tapi kini kulihat, pohon miliknya tak lagi ada, daun-daunnya sudah lama berguguran, begitu pula batangnya yang rapuh, kini telah tercerabut bersama akar-akarnya. Kemanakah dia? Aku sedih ketika melihat pohonnya tidak terawat, tapi aku tak bisa membantunya. Pohon itu akan tumbuh ketika orang yang menanamnya sendiri yang merawatnya.  Kini hanya ada bekas bahwa ada sebuah pohon mungil pernah tumbuh disana.

            Suatu hari, aku berjalan kembali menyusuri dunia luar. Aku melihat langit biru begitu luas terbentang, berharap suatu waktu nanti pohonku akan mencapainya, sehingga aku dapat memanjatinya, hingga tiba di tempat lain yang aku yakini lebih baik keadaannya. Aku tersenyum, menarik nafas penuh harapan. Aku terus berjalan menyusuri tempat yang asing ini. Aku tak menduga, lubang-lubang di tempat ini semakin banyak dari yang aku lihat pertama kalinya. Aku mulai berhati-hati melangkah. Ada satu lubang yang sepertinya baru saja digali kemarin, tetapi ia begitu dalam dan gelap. Aku mencoba mendekati lubang itu, untuk mengetahui apa yang ada di dalamnya.  Aku tak bisa melihatnya dari atas sini. Tapi aku tak mau masuk ke dalamnya. Aku pun berteriak memanggil seseorang yang ada di dalam sana. “Hallooooooo!!! Bisakah kamu keluar sebentar?!” teriakku. Tak lama kemudian, seseorang keluar dari dalam lubang itu. Pakaiannya begitu lusuh dan hitam, dipenuhi oleh kotoran dari dalam tanah. Wajahnya pun tak kukenal, kotor dan cemong. Ia membawa beberapa butir batu kerikil besar di tangannya yang dipenuhi oleh tanah-tanah basah. Aku begitu jijik melihatnya.  Kemudian ia menutupinya dengan jubah besar, agar tubuhnya yang kotor itu tidak terlihat olehku. Kemudian ia tersenyum padaku. Sebuah senyuman yang sangat kukenal.  Ya, dia adalah orang yang menawarkanku benih pohon beberapa waktu yang lalu.





            “Apa yang kau lakukan di tempat ini?” tanyaku.

            “Lihatlah emas-emas yang kutemukan!” jawabnya.
            “Emas?? Dimana ada emas?” tanyaku kembali.
            Ia menunjukkan beberapa kerikil yang dibawanya. “Ini!” katanya.

        Air mataku mengalir begitu saja, aku berlari menjauhinya, kembali menuju tempat dimana aku menanam pohonku. Aku tak bisa berkata-kata padanya. Meskipun aku ingin sekali mengeluarkannya dari lubang yang ia gali kemarin. Tapi ia telah terjebak cukup dalam, bahkan pohon yang ia tanam sudah tak tersisa, semuanya telah tercerabut dari akarnya.

Aku hanya terdiam terpaku, berharap aku tak pernah pergi ke tempat itu lagi. Tapi aku ingin membawanya, berharap ia akan menanam kembali pohonnya bersama meraih tingginya langit biru di atas sana. Tapi bagaimana pun aku tidak punya pilihan lain. Dia sudah terjebak disana. Dan kini aku hanya berharap pohonku dapat tumbuh dengan kuat, tinggi dan besar hingga mencapai langit dimana impian akan aku raih disana.