Rabu, Januari 22, 2014

Pelegalan Miras, Pemerintah Undang Azab Allah


berbagai miras dijual di mini market

Setelah naiknya harga elpiji 12 kg, pemerintah kembali membuat aturan yang tidak pro-rakyat, yaitu pelegalisasian miras. Presiden menandatangani Perpres No. 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dengan peraturan itulah minuman beralkohol (mihol) boleh kembali beredar sebagai barang yang terkategori dalam pengawasan. Dalam Pasal 3 ayat 3: “Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya.” Ini berarti meskipun mihol diawasi peredaran dan penjualannya, tetapi masyarakat akan mudah menemukan mihol di mana saja. Pasalnya, tanpa Perpres ini pun, masyarakat masih bisa menemukan mihol dimana saja. 

Perpres itu menggolongkan mihol dalam tiga golongan, yaitu golongan A (kadar etanol sampai dengan 5%), golongan B (5-20%),  dan golongan C (20-55%).  Menurut Perpres ini, mihol hanya boleh diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri Menteri Perindustrian. Peredaran mihol juga hanya dapat diedarkan jika telah mengantongi izin dari Kepala BPOM Kemenkes. Sedangkan yang dapat memperdagangkan mihol ini adalah pelaku usaha yang sudah memiliki izin untuk memperdagangkan mihol dari Menteri Perdagangan. 

Untuk tempat penjualan mihol sendiri, untuk mihol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan parawisata, toko bebas bea, dan tempat-tempat yang ditentukan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta. Selain itu,  mihol golongan A juga ternyata dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.  Jadi, secara umum, perpres ini telah melegalkan mihol (khamr). 

Adanya perda-perda syariah anti miras di sejumlah wilayah Indonesia tentunya akan bertubrukan dengan perpres ini, artinya perda syariah anti miras akan diatur ulang agar sesuai dengan perpres. Presiden sendiri mengklaim bahwa adanya perpres ini adalah untuk melindungi masyarakat, karena banyaknya korban akibat miras oplosan. Namun, yang justru terjadi dengan adanya perpres ini malah akan membuka pintu kerusakan. Masyarakat pun semakin resah, karena kerusakan sudah terlalu banyak terjadi dimana-mana akibat adanya miras, apalagi mihol yang sudah dilegalkan ini. 

Tentu Muslim sangat mengetahui bagaimana hukum khamr di mata Allah. Hukum mihol (khamr) adalah haram. Nabi Saw memperingatkan: “Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadha’iy) 

Islam dengan jelas telah mengharamkan  khamr. Selain itu, terkait khamr ada sepuluh pihak yang dilaknat. Dari Anas bin Malik bahwa Rasul saw bersabda: “Rasulullah saw melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang dibelikan.” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah)

Hadits ini mengindikasikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dengan khamr akan mendapat laknat dari Allah swt. Termasuk pun dengan pemerintah yang telah melegalkan khamr ini, padahal penduduknya bermayoritaskan Muslim. Perpres ini sangat menentang hukum Allah, bahkan mengundang azab Allah karena kemaksiatan telah nyata tersebar. Masyarakat pun semakin risau, karena kemaksiyatan semakin merajalela.Oleh karenanya, dibutuhkan kebijakan atas penerapan hukum Islam dalam Khilafah Islamiyah, sehingga peraturan semacam ini dihilangkan, bahkan sanksi terhadap pelaku yang berhubungan dengan khamr dihukumi secara tegas. Wallahu’alam bisshawab

Dimuat di http://www.suara-islam.com/read/index/9684/Pelegalan-Miras--Pemerintah-Undang-Azab-Allah

Tidak ada komentar: