Berikut ini adalah analisis singkat dari saya mengenai berbagai fakta yang terjadi di Suriah dan prediksi mengenai akhir dari revolusi murni di Suriah ini.
Kondisi Suriah saat ini masih terus diguncang oleh revolusinya. Pihak pemerintah Suriah diperkirakan akan jatuh beberapa saat lagi. Bashar Al Assad cepat atau lambat akan jatuh dari kursi kediktatorannya selama ini. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan masyarakat dunia saat ini adalah siapakah yang akan menggantikan pemerintah Suriah yang akan jatuh? Tentunya, revolusi Suriah tidak pernah akan lepas dari mata Amerika yang bertindak sebagai polisi dunia. Amerika sudah pasti akan turut campur dalam melakukan ‘pembebasan’ terhadap Suriah. Tak ayal, melalui inisiatif PM Turki Erdogan seperti yang dikutip berbagai media pada 17 dan 18 Desember 2012 lalu, Amerika dan sekutunya telah menyiapkan suasana-suasana untuk inisiatif Erdogan ini. Erdogan menyebutkan bahwa “Bashar turun dari kekuasaan pada tiga bulan pertama tahun 2013 dan kekuasaan pada masa transisi diserahkan kepada Komisi Nasional”. Pernyataan itu pun diperkuat dengan dukungan wakil Presiden Suriah, al-Shara pada tanggal 15 Desember 2012 yang lalu. Selain itu, Rusia, yang terkenal dengan dukungan paling tinggi terhadap pemerintahan Bashar al Asshad, pun menganggap inisiatif Erdogan itu inovatif dan tidak menolaknya. Tugas Amerika dan aliansinya pada saat ini adalah tentu saja menyiapkan koalisi pada masa transisi untuk tetap mencengkram Suriah dengan politik demokrasinya, seperti yang terjadi pada Mesir dan Tunisia. Hal ini tentunya tidak akan membawa perubahan pada kondisi rakyat Suriah, justru yang terjadi adalah penjajahan-penjajahan ala pemerintah buatan Barat akan terus menghantui rakyat Suriah.
Revolusi Suriah berbeda dengan tiga Negara Timur Tengah
lainnya, karena jelas rakyat Suriah menginginkan sebuah pemerintahan baru
disana, pemerintahan yang berdasarkan hukum-hukum Allah, bukan pemerintahan
demokrasi ala Barat. Para Mujahidin, kebanyakan orang menyebut mereka
pemberontak, telah menolak semua tawaran dari Barat untuk berdamai dengan
pemerintah Suriah. Bahkan mereka pun menolak dengan mentah-mentah bantuan yang
akan diberikan oleh Amerika dan para boneka pengikutnya. Inilah keteguhan para
mujahidin Suriah terhadap perintah Allah. Dalam nyanyi-nyanyian mereka
disebutkan mereka tidak takut kecuali pada Allah saja. Hal inilah yang sekarang
menjadi ketakutan Amerika dan aliansinya yaitu akan kembalinya pemerintahan
Islam di dunia.
Untuk mencegah tegaknya Islam di Suriah, Amerika mencari
upaya agar pasukannya dapat didaratkan di sana dengan cara apapun. Misalnya,
isu penyalahgunaan senjata kimia yang dipakai oleh tentara Bashar al Assad
dikhawatirkan akan jatuh ke tangan para pemberontak (Mujahiddin) dan dipakai
untuk menyerang balik tentara-tentara dan warga Suriah. Untuk menanggapi isu
tersebut, Amerika mengancam akan mengirimkan pasukannya disana untuk berjaga-jaga
jika saja hal tersebut akan terjadi.
Tentu saja, dengan upaya ini pasukan Amerika bisa dapat dengan mudah untuk
bertindak di sana. Selain itu, ada pula rencana dari Turki dan juga Amerika
akan bersama-sama menjaga wilayah perbatasan antara Turki dan Suriah. Dengan
alasan menghadapi ancaman Suriah, Turki, sebagai anggota NATO, meminta NATO
untuk mengirimkan pasukannya ke wilayah perbatasan Suriah. Menhan AS Leon
Panetta (14/12/12) pun diminta untuk menandatangani perintah mengirimkan dua
baterai rudal Patriot ke Turki bersama 400 pasukan tentara AS untuk
mengoperasikannya. Hal ini patut dicurigai karena Amerika berupaya
menyingkirkan kelompok mujahidin Suriah yang sudah dilistnya sebagai organisasi teroris internasional. Jabhat
An-Nushrah, kelompok Mujahiddin yang diakui paling kuat serangannya terhadap
tentara-tentara Bashar Al-Assad muncul sebagai ancaman terbesar bagi Amerika.
Sementara itu, Rusia, sebagai pihak yang paling pro terhadap pemerintahan
Suriah, sedang mengerahkan lima kapal perangnya yang berisi ratusan pasukan.
Alasan yang Rusia gunakan adalah untuk mencegah pasukan Barat melakukan
intervensi di daerah konflik tersebut. Dalam Sunday Times dari para diplomat
Rusia juga disebutkan bahwa kapal-kapal yang dikirimkan ke Suriah tersebut adalah
untuk mengevakuasi ribuan warga Rusia yang masih berada di sana. Wajar jika
Amerika dan para sekutunya sangat takut jika kekuatan baru Islam di dunia akan
muncul di Suriah. Hal ini tentunya merupakan ancaman terbesar bagi mereka
karena jika kekuatan Islam muncul, maka Barat akan sangat sulit untuk
mencengkram Negara-negara Muslim di dunia melalui ideologi kapitalisnya seperti
sekarang.
Akhir dari revolusi Suriah hanya tinggal menunggu waktu
saja. Tanda-tanda kejatuhan Assad sudah di depan mata, hal itu pun diakui oleh
Barat. Hanya saja, kekuatan manakah yang akan muncul sebagai pemenang? Apakah
para Mujahiddin Suriah yang didukung oleh rakyat Suriah akan muncul sebagai
pemenang? Ataukan Barat kembali lagi akan ‘mengaborsi’ revolusi negeri itu
seperti yang dilakukannya terhadap Mesir, Tunisia, dan Libya? Padahal
jelas-jelas perubahan yang terjadi di negeri-negeri Muslim yang mengalami Arab
Spring seperti tiga negara tersebut tidaklah hakiki, demokrasi masih mengukung
mereka. Buktinya, kondisi Mesir dan Tunisia masih dalam keadaan yang rumit
pasca jatuhnya para diktator negara tersebut. Revolusi Suriah sangat diharapkan
akan dapat membangkitkan kembali kondisi kaum Muslim, yang pada faktanya saat
ini sedang terpuruk, di seluruh dunia. Kemenangan Suriah oleh rakyat dan
Mujahiddin adalah kemenangan bagi seluruh Muslim dan dunia, karena disanalah
pada akhirnya Islam akan menjadi sistem yang rahmatan lil ‘alamin, menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu'alam bisshawab