Pemilihan Presiden telah berlangsung beberapa hari yang lalu. Sampai hari ini banyak lembaga survey melakukan penghitungan cepat (quick count) untuk meninjau hasil suara yang didulang oleh kedua calon pasangan presiden dan wakil presiden. Hanya saja, masalahnya, banyak lembaga survey yang ternyata disokong oleh masing-masing pasangan capres dan cawapres tersebut, sehingga bisa kita saksikan hasil suara yang disajikan oleh beberapa lembaga survey tersebut tidak objektif. Hal ini tentunya sangat membingungkan masyarakat yang juga ingin ikut meninjau hasil perhitungan cepat pilpres tahun ini.
Dari hasil Quick Count Pilpres menunjukkan beberapa survei yang memenangkan masing-masing dua belah pihak. Puskaptis, JSI, LSN dan IRC memenangkan Prabowo. Sementara Litbang Kompas RRI, SMRC, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltracking Institut dan Populi Center memenangkan Jokowi.
Pemilu presiden tahun 2014 ini memang banyak menuai kontroversi. Sebelum kampanye pilpres dimulai, masyarakat sudah dibanjiri dengan black campaign atas masing-masing calon. Persaingan pilpres kali ini begitu ketat dan keras, sehingga tak jarang masyarakat pun ikut main sikut untuk membela pasangan yang didukungnya. Namun, sebuah pertanyaan muncul, apakah harapan masyarakat Indonesia akan terwujud melalui pemimpin barunya nanti?
Layakkah Berharap pada Demokrasi?
Dalam visi misi yang dibawa kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, terlihat tidak ada yang terlalu signifikan dari pemerintahan sebelumnya. Mereka hanya akan melakukan pertambahan dan perbaikan pada program-program yang telah ada. Selain itu, dalam landasannya, kedua pasangan ini masih tetap menyandarkan segala kebijakan yang akan mereka ambil sesuai dengan jalan demokrasi dan standarnya pada asas sekulerisme.
Kampanye keduanya memang sangat menarik simpati dan dukungan masyarakat. Masyarakat pun tergiur dengan janji-janji yang diucapkan oleh mereka. Namun, kita akan menunggu aksi salah satu dari kedua pasangan capres dan wapres ini ketika mereka memenangkan pemilu presiden nanti. Apakah janji yang telah mereka ucapkan ini akan mereka realisasikan? Ataukah hanya sekedar bualan manis yang menghipnosis rakyat saja?
Kita mesti bercermin pada masa lalu, yaitu pada sosok pemimpin yang telah duduk di singgasana istana negeri ini sebelumnya. Dahulu mereka pun menjual kata-kata manis pada rakyatnya. Tapi tengoklah fakta negeri ini sekarang, begitu sengsara, miskin menjerat, dan hidup sekarat. Pemerintah kita gemar sekali berutang yang dinikmati oleh mereka sendiri. Korupsi telah menjadi pemandangan biasa yang terjadi tiap harinya. Kriminalitas meningkat tajam. Apakah aparat negeri ini bisa mengatasi kasus-kasus yang melanda warganya ketika mereka masih membawa demokrasi? Tidak ternyata. Buktinya, hukum-hukum pidana yang ada pun tak pernah memberikan efek jera pada setiap pelakunya. Itulah sistem dalam demokrasi. Hanya memberikan manfaat kepada para pejabat elit dan pemilik modal besar. Sedangkan rakyat menjadi ‘tumbal’ bagi sistem buatan manusia ini.
Ganti Orang Saja Tidak Cukup
Pergantian kepemimpinan kerap dilakukan setiap lima tahun sekali dalam pemilu. Selama itu pula, kebijakan yang diambil terus berganti. Kursi-kursi di parlemen memang sering kali diisi oleh para pemegang kebijakan yang kurang amanah, dan bukan pada orang yang kompeten di bidangnya. Rezim korup dan bobrok memang masalah besar. Akan tetapi, masalah besar itu bukan datang dari orang-orangnya saja. Sistem demokrasi yang rusak dan merusak itulah akar masalah selama ini.
Sistem demokrasi adalah sistem hasil pemikiran manusia yang serba terbatas dan dipenuhi oleh kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, demokrasi hanya akan cocok pada orang yang menerapkannya. Sedangkan orang yang terpaksa mengikutinya justru akan menjadi korban dari sistem yang memang cacat sejak lahir ini.
Indonesia sendiri sudah mengalami pergantian kepemimpinan selama enam kali, dan tahun ini adalah yang ketujuh kalinya. Negeri ini memang tidak pernah menerapkan sistem selain demokrasi. Hanya jenisnya saja yang berbeda, misalnya demokrasi terpimpin pada Orde Lama atau demokrasi Pancasila pernah diterapkan, dan saat ini sistem demokrasi yang dipakai cenderung liberal. Hampir selama 70 tahun semenjak Indonesia merdeka, bangsa ini tidak lepas dari jerat demokrasi. Apakah ada perubahan nyata dan signifikan yang dirasakan oleh masyarakat bangsa ini? Tidak. Yang ada justru semakin terpuruk dan semakin sengsara. Itulah buah hasil demokrasi serta orang-orang yang mengamalkannya.
Oleh karena itu, pergantian rezim saja tidak cukup. Butuh adanya sistem baru yang akan mendobrak sistem yang rusak ini. Sistem itu adalah sistem Islam. Sistem yang akan melahirkan orang-orang jujur dan amanah. Sistem yang akan menerapkan segala aturan dari Sang Pencipta, Allah swt. Itulah sistem yang datang dari Yang Maha Kuasa.
Islam, Sistem Rahmatan lil ‘Alamin
Pengaturan politik serta kekuasaan diatur secara rinci oleh syariat Islam. Rasulullah saw. adalah teladan nyata bagi kepemimpinan atas umat. Selain tugas beliau sebagai Rasul Allah, beliau juga adalah pemimpin negara Islam pertama di Madinah Al-Munawarah. Namun, bukanlah beliau yang membuat aturan, tetapi Allah saja yang membuat aturan. Begitulah syariat Islam diterapkan pertama kalinya dalam bingkai Daulah Islam. Kemudian, sistem ini diteruskan oleh para pengganti beliau yaitu para Khulafaur Rasyidin. Meski berganti kepemimpinan, tetapi sistem yang diterapkan tetaplah syariat Islam dalam Khilafah Islamiyah, yang juga kemudian digantikan oleh para khalifah setelahnya, hingga 13 abad lamanya.
Mengapa harus sistem Islam? Allah SWT telah mewajibkan penguasa untuk memerintah rakyat hanya dengan syariah-Nya saja. Allah SWT mengharamkan penguasa untuk menerapkan hukum-hukum kufur atau yang berasal dari luar Islam. Allah SWT mensifati orang yang tidak berhukum dengan syariah-Nya sebagai kafir (QS al-Maidah: 44), zalim (QS al-Maidah: 45) atau fasik (QS al-Maidah: 47).
Islam melarang kaum Muslim, termasuk penguasa mereka, untuk mencari dan mengambil dari selain Islam atau mendatangkan sesuatu yang tidak ada ketentuannya dalam Islam. Semua itu tidak akan diterima oleh Allah SWT. Karena itu dengan tegas Allah memerintah kita untuk menghukumi masyarakat dengan hukum Islam dan tidak mengikkuti hawa nafsu manusia atau rakyat. Allah SWT berfirman: Karena itu hukumilah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepada kamu (TQS al-Maidah [5]: 48).
Sistem demokrasi sejatinya merupakan sistem yang dibuat manusia untuk manusia lagi. Ketika manusia membuat sebuah hukum, maka di dalamnya hanya akan penuh dengan kepentingan sang pembuat hukum. Oleh karena itu, demokrasi tidak akan pernah menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat. Berbeda dengan aturan Islam yang datang langsung dari Allah swt. Sang Pencipta manusia dan alam semesta, jelas Islam akan membawa perubahan yang nyata untuk seluruh masyarakat yang dinaunginya dalam Khilafah Islamiyah. Begitulah Islam akan menjadi sistem yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Lalu, masihkah kita berharap pada orang yang akan memimpin negeri ini ketika mereka masih menjadikan demokrasi sebagai tuannya? Jangan berharap negeri ini akan berubah menuju kebaikan. Sebaliknya, Indonesia akan semakin terpuruk. Jadi, berharaplah pada Islam, yang akan membawa perubahan sebenarnya. Oleh karena itu, perjuangan umat akan pergantian sistem sangatlah dibutuhkan. Perubahan itu ada di tangan umat yang akan menggiring Negara ini menuju penerapan Islam secara sempurna dalam Khilafah Islamiyah.